Rabu, 20 Februari 2019

TIPE ERUPSI GUNUNG API PELEE

GUNUNG API PELEE
sekitar 116 tahun lalu, tepatnya pada hari ini 8 Mei 1902 Gunung Mont Pelee meletus pada pagi hari dan tercatat sebagai salah satu letusan gunung terbesar yang paling banyak menimbulkan korban jiwa dalam sejarah. Tentunya selain letusan dari Gunung Krakatau,Gunung Tambora dan Gunung Toba atau Gunung Budak di Indonesia.
Gunung Mont Pelee ini merupakan salah satu gunung di Perancis Fran’s yang meletus dan menghancurkan Kota St. Pierre beserta 30.000 warganya. Saat ini St. Pierre yang merupakan sebuah desa di Pulau Martinique telah berubah menjadi daerah pariwisata.
Gunung Mont Pelee yang memiliki ketinggian 1.379 mdpl ini memang dinyatakan sudah tidak aktif, namun masih tetap menampakkan aktivitas seismik. Sebelum meletus nama gunung ini tidak terlalu dikenal masyarakat dunia. Namun setelah meletus pada tahun 1902, gunung ini berubah menjadi tersohor dan disebut-sebut sebagai salah satu gunung yang memiliki letusan paling dahsyat dan paling mematikan diabad 20.
Aktivitas Gunung Mont Pelee sebetulnya sudah terlihat sejak awal bulan April tahun 1902. Berbagai aktivitas alam seperti keluarnya gas sulfur dan guncangan ringan mulai terjadi. Namun masyarakat sekitar menyikapi dengan santai, karena merasa tidak akan terjadi hal buruk dengan gunung tersebut.
Klimaksnya pada tanggal 8 Mei 1902 Gunung Mont Pelee benar-benar meletus dan mengeluarkan awan hitam, lahar panas serta bebatuan besar yang menyapu bersih sesisi kota Saint-Pierre. Sayangnya, warga tak bisa menyelamatkan diri kala itu, karena peristiwa meletusnya Mont Pelee terjadi sangat cepat.

gunung mont pelee

TIPE-TIPE ERUPSI GUNUNG SANGEANG API

GUNUNG API SANGEANGAPI
Gunung Sangeang Api adalah sebuah pulau vulkanis (pulau gunung berapi) terletak di Pulau Sangeangpada lokasi 8o11’ LS dan 119o03,5’ BT, di sebelah timur pulau Sumbawa. yang seakan-akan menyembul begitu saja di tengah ketenangan Laut Flores yang permai. Gunung Sangeang Api ini kecil mungil, ibarat bisul yang menyembul di pinggul gajah jika dibandingkan dengan nama-nama tenar gunung-gemunung berapi Indonesia seperti Krakatau, Tambora, Merapi dan juga Kelud. Tak heran bila tak banyak yang mengenalnya, kecuali bagi mereka yang mencoba memahami geografi dan geologi Indonesia lebih baik.

 

Gambar 1. Letusan Sangeang Api dalam menit-menit pertamanya diabadikan dari udara.
Pada Jumat 30 Mei 2014 kemarin, bisul kecil ini pecah. Pukul 15:55 WITA, Gunung Sangeang Api mendadak menyemburkan jutaan meter kubik debu vulkaniknya menuju ketinggian langit membentuk kolom letusan berukuran besar. Semburan ini disertai suara bergemuruh dan terjadi pada saat langit bersih oleh cuaca yang cerah di bagian timur pulau Sumbawa, sehingga mengejutkan semuanya meski di sisi lain pun menjadi panorama langka yang memukau. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mencatat tinggi kolom letusan mencapai setidaknya 3.000 meter dari paras air laut rata-rata (dpl). Namun analisis citra satelit penginderaan Bumi memperlihatkan kolom letusan menanjak naik hingga setinggi setidaknya 14.000 meter dpl, atau hampir menyamai ketinggian kolom letusan pada puncak Letusan Merapi 2010. Bahkan laporan sejumlah pilot dan penumpang penerbangan komersial yang kebetulan melintas di ruang udara Sumbawa kala letusan terjadi mengindikasikan kolom letusan membumbung hingga setinggi 20.000 meter dpl, alias sedikit lebih rendah dibanding tinggi kolom Letusan Kelud 2014.
Kolom letusan yang membumbung untuk kemudian perlahan melebar membentuk panorama mirip payung/cendawan raksasa disertai dengan tingginya puncak kolom letusan menjadi indikasi bahwa letusan Gunung Sangeang Api ini digerakkan oleh gas-gas vulkanik bertekanan sangat tinggi, yang menjadi ciri khas letusan Plinian. Karena tingginya kurang atau sama dengan 20.000 meter dpl, maka letusan Sangeang Api ini dikategorikan lebih lanjut sebagai letusan sub-plinian. Dengan ciri tersebut maka letusan Sangeang Api adalah serupa dengan apa yang terjadi dalam Letusan Kelud 2014 ataupun di masa silam pada Letusan Krakatau 1883 dan Letusan Tambora 1815. Hanya saja skala kedahsyatan Letusan Sangeang Api 2014 ini nampaknya lebih kecil dibanding ketiga gunung berapi legendaris itu.

Nama Sangeang Api sudah dikenal sejak masa Majapahit di abad ke-14. Kitab Negarakertagama pupuh 14 baris 3 menyebutnya sebagai Sanghyang Api dan menjadi salah satu daerah pendudukan sebagai amanat Sumpah Palapa yang dikumandangkan Mahapatih Gajah Mada. Walaupun ada berpendapat bahwa nama Sanghyang Api yang dimaksud di sini diperuntukkan untuk bagian tengah pulau Dompo (Sumbawa), tempat Gunung Tambora berada. Sanghyang merupakan penggabungan Sang Hyang yang bermakna dewa atau dewa-dewa. Nampaknya nama ini tersemat sebab dalam bagi negeri ini dalam masa berabad-abad silam, gunung dianggap sebagai tanah tinggi yang menjadi tempat kediaman dewa-dewa.
Nama Sanghyang Api mungkin juga melekat sebagai wujud kekaguman pada gunung tersebut, yang ibarat mercusuar raksasa yang menerangi perairan disekelilingnya kala memuntahkan lavanya. Kekaguman serupa nampaknya juga menghinggapi orang-orang Eropa yang mulai melayari perairan ini berabad kemudian. Nama Etna van Banda pun ditabalkan padanya, mengingat aksi gunung berapi ini mirip-mirip dengan Gunung Etna di kepulauan Lipari (Italia) yang juga menjadi mercusuar bagi perairan sekitarnya di kala malam selama berabad-abad. Bagi orang Eropa, Sangeang Api memang menyembul dari kedalaman laut Banda. Meski peta administratif kontemporer menunjukkan keberadaan gunung berapi ini masih berada di lingkungan perairan Laut Flores.

Secara geologis Gunung Sangeang Api berada di busur kepulauan Sunda Kecil, yang mencakup Bali dan Kepulauan Nusa tenggara. Busur kepulauan ini unik, sebab meski terbentuk sebagai hasil pertemuan lempeng tektonik Sunda (Eurasia) dengan Australia, namun interaksi kedua lempeng itu demikian rupa sehingga di sepanjang sisi utaranya terbentuk patahan sungkup busur belakang (back-arc thrust), masing-masing sesar Flores di sisi barat dan sesar Alor di sisi timur. Maka busur kepulauan ini dikepung oleh sumber-sumber gempa tektonik besar baik di sepanjang sisi selatannya (yakni di zona subduksi) maupun di sisi utaranya (sesar sungkup).
Zona subduksi ini pernah meletupkan Gempa Sumba 10 Agustus 1977 (Mw 8,3). Ia memproduksi tsunami besar hingga setinggi 8 meter yang menerjang pesisir selatan pulau Sumba dan menewaskan ratusan orang. Tsunami yang sama juga terdeteksi menjalar hingga ke pesisir selatan pulau Jawa di sebelah barat dan pesisir utara Australia dis ebelah selatan, meski tak menimbulkan kerusakan maupun korban. Sementara sesar Flores bertanggung jawab antara lain atas Gempa Flores 12 Desember 1992 (Ms 7,5 skala Richter) yang juga memproduksi tsunami namun dengan ketinggian lebih besar, yakni hingga 26 meter. Tsunami menerjang seluruh pesisir utara pulau Flores dengan kota Maumere sebagai lokasi terparah. Tsunami ini merenggut lebih dari 2.000 nyawa, menjadikannya sebagai bencana tsunami paling mematikan di Indonesia sepanjang abad ke-20.
Selain riuh dengan kegempaannya, posisi kepulauan Sunda Kecil yang unik mungkin turut pula berkontribusi pada galaknya gunung-gemunung berapi di sini, yang tecermin dari banyaknya gunung-gemunung berkaldera/berkawah sangat besar sebagai jejak letusan besar. Di pulau Bali, kaldera dapat dijumpai di Gunung Batur (sebagai Danau Batur) dan di Gunung Buyan-Bratan (sebagai Danau Buyan dan Danau Bratan). Di pulau Lombok terdapat kaldera Rinjani yang terbentuk 8 abad silam dalam sebuah letusan dahsyat yang kini ditabalkan sebagai letusan terdahsyat yang pernah disaksikan umat manusia sepanjang sejarah yang tercatat. Sementara di pulau Sumbawa terdapat Gunung Tambora, yang kalderanya terbentuk dalam letusan dahsyat 1815 nan legendaris dan menjadi letusan terdahsyat kedua yang pernah kita alami sepanjang sejarah tercatat.
Gunung Sangeang api pun sejatinya gunung berapi yang tumbuh di tengah kaldera tua di dasar laut, yang boleh kita namakan kaldera Sangeang Api Tua. Kaldera tersebut terbentuk berpuluh hingga beratus ribu tahun silam dalam sebuah letusan dahsyat yang menggetarkan. Di kemudian hari di tengah kaldera tua ini terbentuk sebuah gunung berapi anak. Pertumbuhan yang terus berlangsung membuat sang anak lama-kelamaan kian membesar dan akhirnya menyembul di permukaan laut melampaui garis pasang tertinggi, menjadikannya sebuah pulau permanen sekaligus pulau vulkanis. Kini gunung tersebut telah demikian besar sebagai Gunung Sangeang Api sekaligus pulau Sangeang, yang menutupi area seluas 153 kilometer persegi dengan garis tengah 13 km. Ia memiliki dua puncak, yakni Doro Sangeang/Doro Api (1.949 meter dpl) dan Doro Mantoi (1.795 meter dpl). Kawah aktif masa kini terletak di puncak Doro Api, tersumbat oleh kubah lava sisa letusan 1985.